Sahabat Sejati
Di SD Taruna...
"Karinn!!! Ada lomba baca puisi, lo! Kamu harus ikut! Kamu, kan, suka baca puisi!" ujar Fika tiba-tiba.
Karin yang saat itu melamun terlonjak kaget.
"Ih, Fika!! Kamu buat aku kaget aja, deh!"
"Hehehe, kamu ikut lomba baca puisi, kan?"
"Iyaaaaaa, aku mauuuuuu," kata Karin sangat bersemangat.
"Aku pasti dukung kamu!! Aku bawa formulirnya, ini," ujar Fika sambil menyerahkan selembar kertas kepada Karin.
Karin pun langsung menulis biodatanya di kertas itu.
Tiba tiba...
"Fika..."
"Apaaa?? Kok, berhenti nulisnya?" tanya Fika.
"KAMU IKUT JUGA YAA!!"
pinta Karin. "Hah! Aku, kan, nggak bisa baca puisii! Baca cerita aja diketawain, apalagi baca puisi!" jelas Fika. "Nanti kamu kuajarin baca puisi, kok! Kumohon, aku takut kalau hanya aku yang ikut lomba!" "Oke dehhh, kamu itu memang banyak maunya," ujar Fika dengan terpaksa. Akhirnya Fika pun juga ikut mendaftar lomba baca puisi tersebut. "Fikaa, nanti latihan dirumahku ya, sepulang sekolah!" pesan Karin kepada Fika. "Oke!" Sepulang sekolah Fika pun menuju ke rumah Karin, sebelumnya dia pulang dulu untuk ganti baju. Rumah Karin dan Fika memang berdekatan sehingga mereka sering bermain bersama. Fika mengetuk pintu rumah Karin, "Tok.. tok... tok..." "Eh Fikaaa, ayo masuk!!" Karin membukakan pintu. "Ayo ke kamarku," ujar Karin. "Iya." Di kamar Karin... "Sekarang kita buat puisinya dulu, kan???" tanya Fika. "Iyaa, aku udah buat nih tadi waktu istirahat di sekolah. Kalau kamu?" tanya Karin. "Samaa, hehehe," balas Fika. "Oke, berarti sekarang tinggal latihan baca puisinya!" Fika dan Karin berlatih membaca puisi dengan sangat bersemangat, sampai sampai mereka tidak sadar metahari mulai menyembunyikan dirinya. "Fikaa, udah soree, kamu mau pulang??" tanya Karin. "Oh iya, aku nggak sadar! Aku pulang sekarang yaa." "Oke! Besok kita harus menampilkan yang terbaik saat lomba!!" "Iyaa." Fika pun pamit kepada Karin dan orang tuanya. Esoknya di tempat lomba... "Fikaa kamu sudah datang! Dapat nomor berapa???" "Karinn! Haii, aku dapat nomor 21." "Waah, kalau aku 21nya dibalik!" ujar Karin. "12???" tebak Fika. "Iyaaa, hehehe." "Yuk, kita tunggu giliran kita maju," saran Fika. Fika dan Karin pun duduk manis di kursi khusus untuk peserta lomba. Setelah menunggu sekian lama, Karin pun maju. Karin sangat gugup, dia lupa dia suka demam panggung. Karin pun tidak lancar membacakan puisinya. "Oh tidak, bagaimana ini," pikir Karin saat turun dari panggung. Setelah beberapa saat, giliran Fika untuk maju pun datang. Fika membacakan puisi dengan sangat baik. Dia tidak salah satu kata pun. Akhirnya waktunya pengumuman pemenang. "Juara ketiga adalah Risa Kamala, juara kedua adalah Sasha Melani, juara pertama adalahh Rafika Salsabilaa. Para pemenang harap maju ke depan untuk menerima piala." Fika pun maju ke depan. Tapi dia terlihat tidak senang. "Kalau seperti ini lebih baik aku tidak ikut, Karin tidak menang, percuma kalau dia tidak menang," ucap Fika di hatinya. Karin terlihat sangat sedih, matanya berkaca kaca. Pikirannya kacau. "Kenapa aku tidak senang jika Fika menang? Dia, kan, sahabatku, lagipula aku yang menyuruhnya ikut, dan inilah risikonya. Ini bukan salahnya," ucap Karin untuk menenangkan hatinya. Fika pun turun dari panggung, dia langsung berlari ke tempat duduk Karin. "Karin!! Maafkan aku... Piala ini untukmu! Kan, kamu yang ngajarin aku baca puisi," ucap Fika. "Fika..." Karin meneteskan air matanya. Dia tidak menyangka Fika sebaik itu. "Terima kasih, kamu memang sahabat sejatiku." "Iyaa, kamu juga sahabat sejatiku." "Bagaimana kalau piala ini jadi milik kita berdua saja? Dan kita menamai piala ini piala persahabatan?" usul Karin. "Iyaaa!!" Fika setuju. Karin dan Fika memang sahabat sejati.
pinta Karin. "Hah! Aku, kan, nggak bisa baca puisii! Baca cerita aja diketawain, apalagi baca puisi!" jelas Fika. "Nanti kamu kuajarin baca puisi, kok! Kumohon, aku takut kalau hanya aku yang ikut lomba!" "Oke dehhh, kamu itu memang banyak maunya," ujar Fika dengan terpaksa. Akhirnya Fika pun juga ikut mendaftar lomba baca puisi tersebut. "Fikaa, nanti latihan dirumahku ya, sepulang sekolah!" pesan Karin kepada Fika. "Oke!" Sepulang sekolah Fika pun menuju ke rumah Karin, sebelumnya dia pulang dulu untuk ganti baju. Rumah Karin dan Fika memang berdekatan sehingga mereka sering bermain bersama. Fika mengetuk pintu rumah Karin, "Tok.. tok... tok..." "Eh Fikaaa, ayo masuk!!" Karin membukakan pintu. "Ayo ke kamarku," ujar Karin. "Iya." Di kamar Karin... "Sekarang kita buat puisinya dulu, kan???" tanya Fika. "Iyaa, aku udah buat nih tadi waktu istirahat di sekolah. Kalau kamu?" tanya Karin. "Samaa, hehehe," balas Fika. "Oke, berarti sekarang tinggal latihan baca puisinya!" Fika dan Karin berlatih membaca puisi dengan sangat bersemangat, sampai sampai mereka tidak sadar metahari mulai menyembunyikan dirinya. "Fikaa, udah soree, kamu mau pulang??" tanya Karin. "Oh iya, aku nggak sadar! Aku pulang sekarang yaa." "Oke! Besok kita harus menampilkan yang terbaik saat lomba!!" "Iyaa." Fika pun pamit kepada Karin dan orang tuanya. Esoknya di tempat lomba... "Fikaa kamu sudah datang! Dapat nomor berapa???" "Karinn! Haii, aku dapat nomor 21." "Waah, kalau aku 21nya dibalik!" ujar Karin. "12???" tebak Fika. "Iyaaa, hehehe." "Yuk, kita tunggu giliran kita maju," saran Fika. Fika dan Karin pun duduk manis di kursi khusus untuk peserta lomba. Setelah menunggu sekian lama, Karin pun maju. Karin sangat gugup, dia lupa dia suka demam panggung. Karin pun tidak lancar membacakan puisinya. "Oh tidak, bagaimana ini," pikir Karin saat turun dari panggung. Setelah beberapa saat, giliran Fika untuk maju pun datang. Fika membacakan puisi dengan sangat baik. Dia tidak salah satu kata pun. Akhirnya waktunya pengumuman pemenang. "Juara ketiga adalah Risa Kamala, juara kedua adalah Sasha Melani, juara pertama adalahh Rafika Salsabilaa. Para pemenang harap maju ke depan untuk menerima piala." Fika pun maju ke depan. Tapi dia terlihat tidak senang. "Kalau seperti ini lebih baik aku tidak ikut, Karin tidak menang, percuma kalau dia tidak menang," ucap Fika di hatinya. Karin terlihat sangat sedih, matanya berkaca kaca. Pikirannya kacau. "Kenapa aku tidak senang jika Fika menang? Dia, kan, sahabatku, lagipula aku yang menyuruhnya ikut, dan inilah risikonya. Ini bukan salahnya," ucap Karin untuk menenangkan hatinya. Fika pun turun dari panggung, dia langsung berlari ke tempat duduk Karin. "Karin!! Maafkan aku... Piala ini untukmu! Kan, kamu yang ngajarin aku baca puisi," ucap Fika. "Fika..." Karin meneteskan air matanya. Dia tidak menyangka Fika sebaik itu. "Terima kasih, kamu memang sahabat sejatiku." "Iyaa, kamu juga sahabat sejatiku." "Bagaimana kalau piala ini jadi milik kita berdua saja? Dan kita menamai piala ini piala persahabatan?" usul Karin. "Iyaaa!!" Fika setuju. Karin dan Fika memang sahabat sejati.
Komentar
Posting Komentar